"Sham is your truth. Just as margarine is butter to people who don't know what butter is." (p.261)
Hal pertama yang saya lihat dari
novel ini adalah nama penulisnya, Somerset Maugham. Sering saya mendengar
namanya, tetapi baru kali ini saya mendapat kesempatan untuk membaca salah satu
karyanya. Inilah kesempatan pertama saya untuk membaca karyanya, Theatre.
Secara umum, buku ini mengisahkan
kehidupan Julia Lambert, seorang aktris teater Inggris terkenal berusia 46
tahun. Beragam konflik kecil dikisahkan dalam cerita ini, dimulai dari kisah
masa muda dengan suaminya (Michael), kisah cintanya dengan Tom yang berusia
jauh lebih muda, dan konflik-konflik kecil lain. Pada akhir bab, kita akan
menemukan bahwa konflik-konflik kecil tersebut mengungkap sebuah konflik utama
dari novel ini.
Pada bab-bab awal, saat penulis
menceritakan masa muda Julia dengan Michael, saya merasa sangat bosan. Kisah
awal Julia dengan Michael ini terlalu panjang. Konfliknya terasa sangat datar,
begitu pula dengan cara berceritanya. Saya hampir menyerah di sini. Hanya
segini? Konfliknya apa? Namun, setelah saya membaca setengah dari novel ini,
saat Julia mulai berhubungan dengan Tom (seorang akuntan yang berusia jauh
lebih muda darinya), saya mulai tertarik. Konflik-konflik mulai muncul dan
berhasil memainkan perasaan saya. Saya pikir kisah Julia dengan Tom merupakan
fokus utama dari novel ini. Mungkin novel ini mengangkat tema oedipus complex.
Saya salah!
Pada bagian-bagian akhir dari bab,
baru saya dapat menyimpulkan konflik utama dalam novel ini. Dengan mengumpulkan
seluruh konflik-konflik kecil dan bagaimana Julia menghadapinya, dapat disimpulkan
bahwa konflik utama dari novel ini berada pada diri Julia sendiri. Julia yang
seorang aktris teater tidak hanya berakting di atas pentas, tetapi juga dalam
keseluruhan hidupannya. Hanya putranya, Roger, yang menyadari ini. Hal ini
sesuai dengan kutipan berikut:
When I’ve seen you go into an empty room I’ve sometimes wanted to open
the door suddenly, but I’ve been afraid to in case I found nobody there
(p.261).
(Saat saya melihat ibu masuk ke sebuah ruang kosong terkadang saya ingin membuka pintu secara tiba-tiba, tetapi saya takut tidak menemukan siapa pun di sana)
(Saat saya melihat ibu masuk ke sebuah ruang kosong terkadang saya ingin membuka pintu secara tiba-tiba, tetapi saya takut tidak menemukan siapa pun di sana)
Konflik tersebut jarang (tidak pernah) saya temukan dalam novel-novel
yang saya baca, apalagi novel ini muncul sekitar tahun 1937an. Di samping itu,
walaupun novel ini ditulis jauh setelah zaman Renaissance, dimana dunia teater
sedang bangkit dan jargon “dunia adalah panggung sandiwara” begitu populer,
Maugham dapat menerapkan tema “dunia adalah panggung sandiwara” dalam novelnya
dengan baik. Selain itu, Maugham pun dapat menggambarkan dengan jelas dan rapi
bagaimana dunia teater dengan seluk-beluknya, mungkin ini dipengaruhi oleh
latar-belakang beliau sebagai dramawan. Sayangnya, karena saya baru membaca
satu karya Maugham, saya belum dapat menemukan karakter beliau. Lain kali saya
harus membaca karyanya yang lain.
Untuk saya, buku
ini layak untuk direkomendasikan. Selain mengusung ide yang berbeda, penulis
menyampaikan idenya dengan kreatif dan menggugah emosi pembaca (kecuali di
awal-awal XD). Rating untuk buku ini 4 dari 5.