Thursday, March 28, 2013

Langit Magrib dan Bulir Padi

Saat itu, yang kulihat hanya langit-langit temaram kamarmu
Dengan sedikit potongan langit senja kemerahan dari balik jendela dan pintu kamarmu yang terbuka

Kita berbaring bersebelahan,
Kau nyanyikan pupuh-pupuh itu
Kinanti, dangdanggula, dan yang lain selain sinom
Kau nyanyikan juga lagu-lagu sunda yang tak ku tahu apa judulnya itu
Kuharap Anak Papanting terselip di sana

Kau ajak aku bernyanyi
Tak mau
Kau tahu aku tak bisa

Ditengah lagu-lagu yang kau alunkan itu,
Ku bersyukur saat itu gelap
Sehingga tak dapat kau lihat wajahku yang mengkerut-kerut menahan isak

Kita dua manusia kecil di tengah kota besar
Sama-sama berjibaku untuk menjadi yang diperhitungan
Untuk menjadi pemenang
Dalam masanya

Namun kerinduan dan hati
Bukan di sini

Kau cerita
Menjelang magrib yang kau rindukan adalah ibunda dan langit-langit senja
Jalan-jalan lengang desa kau cinta

Sedang,
Kerinduanku adalah bulir-bulir padi menguning dalam genggaman
Dan sungai-sungai kecil yang dulu terasa besar

Ah,
Kau yang paling tahu kerinduan-kerinduanku
Jikapun tidak,
Kita memiliki kerinduan-kerinduan yang sama
Atau paling tidak,
Kau yang mengingatkanku untuk tetap berpijak pada tanah mana aku ada

Terima kasih kau sudah hadir disini