Sunday, November 24, 2013

Resensi Novel Theatre Karya Somerset Maugham


oleh Wulan Dewatra

Judul : Theatre
Penulis : Somerset Maugham
Tebal : 292 hal.
Tahun terbit : 1937



"Sham is your truth. Just as margarine is butter to people who don't know what butter is." (p.261)

Hal pertama yang saya lihat dari novel ini adalah nama penulisnya, Somerset Maugham. Sering saya mendengar namanya, tetapi baru kali ini saya mendapat kesempatan untuk membaca salah satu karyanya. Inilah kesempatan pertama saya untuk membaca karyanya, Theatre.

Secara umum, buku ini mengisahkan kehidupan Julia Lambert, seorang aktris teater Inggris terkenal berusia 46 tahun. Beragam konflik kecil dikisahkan dalam cerita ini, dimulai dari kisah masa muda dengan suaminya (Michael), kisah cintanya dengan Tom yang berusia jauh lebih muda, dan konflik-konflik kecil lain. Pada akhir bab, kita akan menemukan bahwa konflik-konflik kecil tersebut mengungkap sebuah konflik utama dari novel ini.

Pada bab-bab awal, saat penulis menceritakan masa muda Julia dengan Michael, saya merasa sangat bosan. Kisah awal Julia dengan Michael ini terlalu panjang. Konfliknya terasa sangat datar, begitu pula dengan cara berceritanya. Saya hampir menyerah di sini. Hanya segini? Konfliknya apa? Namun, setelah saya membaca setengah dari novel ini, saat Julia mulai berhubungan dengan Tom (seorang akuntan yang berusia jauh lebih muda darinya), saya mulai tertarik. Konflik-konflik mulai muncul dan berhasil memainkan perasaan saya. Saya pikir kisah Julia dengan Tom merupakan fokus utama dari novel ini. Mungkin novel ini mengangkat tema oedipus complex. Saya salah!

Pada bagian-bagian akhir dari bab, baru saya dapat menyimpulkan konflik utama dalam novel ini. Dengan mengumpulkan seluruh konflik-konflik kecil dan bagaimana Julia menghadapinya, dapat disimpulkan bahwa konflik utama dari novel ini berada pada diri Julia sendiri. Julia yang seorang aktris teater tidak hanya berakting di atas pentas, tetapi juga dalam keseluruhan hidupannya. Hanya putranya, Roger, yang menyadari ini. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut:

When I’ve seen you go into an empty room I’ve sometimes wanted to open the door suddenly, but I’ve been afraid to in case I found nobody there (p.261).

(Saat saya melihat ibu masuk ke sebuah ruang kosong terkadang saya ingin membuka pintu secara tiba-tiba, tetapi saya takut tidak menemukan siapa pun di sana)
Konflik tersebut jarang (tidak pernah) saya temukan dalam novel-novel yang saya baca, apalagi novel ini muncul sekitar tahun 1937an. Di samping itu, walaupun novel ini ditulis jauh setelah zaman Renaissance, dimana dunia teater sedang bangkit dan jargon “dunia adalah panggung sandiwara” begitu populer, Maugham dapat menerapkan tema “dunia adalah panggung sandiwara” dalam novelnya dengan baik. Selain itu, Maugham pun dapat menggambarkan dengan jelas dan rapi bagaimana dunia teater dengan seluk-beluknya, mungkin ini dipengaruhi oleh latar-belakang beliau sebagai dramawan. Sayangnya, karena saya baru membaca satu karya Maugham, saya belum dapat menemukan karakter beliau. Lain kali saya harus membaca karyanya yang lain.
Untuk saya, buku ini layak untuk direkomendasikan. Selain mengusung ide yang berbeda, penulis menyampaikan idenya dengan kreatif dan menggugah emosi pembaca (kecuali di awal-awal XD). Rating untuk buku ini 4 dari 5. 

No comments: