Saat itu, yang kulihat hanya langit-langit temaram
kamarmu
Dengan sedikit potongan langit senja kemerahan dari
balik jendela dan pintu kamarmu yang terbuka
Kita berbaring bersebelahan,
Kau nyanyikan pupuh-pupuh itu
Kinanti, dangdanggula, dan yang lain selain sinom
Kau nyanyikan juga lagu-lagu sunda yang tak ku tahu
apa judulnya itu
Kuharap Anak Papanting terselip di sana
Kau ajak aku bernyanyi
Tak mau
Kau tahu aku tak bisa
Ditengah lagu-lagu yang kau alunkan itu,
Ku bersyukur saat itu gelap
Sehingga tak dapat kau lihat wajahku yang
mengkerut-kerut menahan isak
Kita dua manusia kecil di tengah kota besar
Sama-sama berjibaku untuk menjadi yang diperhitungan
Untuk menjadi pemenang
Dalam masanya
Namun kerinduan dan hati
Bukan di sini
Kau cerita
Menjelang magrib yang kau rindukan adalah ibunda dan
langit-langit senja
Jalan-jalan lengang desa kau cinta
Sedang,
Kerinduanku adalah bulir-bulir padi menguning dalam
genggaman
Dan sungai-sungai kecil yang dulu terasa besar
Ah,
Kau yang paling tahu kerinduan-kerinduanku
Jikapun tidak,
Kita memiliki kerinduan-kerinduan yang sama
Atau paling tidak,
Kau yang mengingatkanku untuk tetap berpijak pada
tanah mana aku ada
Terima kasih kau sudah hadir disini